Info Sekolah
Senin, 01 Jul 2024
  • Pembukaan Pendaftaran Santri Baru Tahun Pelajaran 2024/2025 Manahijussadat 1, 2 & 3. Gel I. 1 Okt 2023 s/d 1 April 2024. Gel II. 17 April s/d 21 Juli 2024
  • Pembukaan Pendaftaran Santri Baru Tahun Pelajaran 2024/2025 Manahijussadat 1, 2 & 3. Gel I. 1 Okt 2023 s/d 1 April 2024. Gel II. 17 April s/d 21 Juli 2024
4 Maret 2023

Orangtua dan Buku

Sab, 4 Maret 2023 Dibaca 146x

Oleh: Yudi Nurhadi

Ayah dan ibu saya hanya jebolan sekolah dasar (SD). Tepatnya secara akademik ayah cuma sampai kelas tiga, sedangkan ibu–-Alhamdulillah–-tamat hingga kelas enam. Sekali waktu Ibu pernah mengatakan bahwa ketika duduk di bangku SD ia kerap langganan menyabet juara. Katanya lagi ibu pintar matematika. Berbeda dengan ayah yang nekat berhenti sekolah. Sekalipun pernah masuk pondok pesantren, tapi sering kabur-kaburan dan lebih asik berladang di sawah. Memang, kedua orang tua saya anak petani,  lahir dan dibesarkan di Kuningan Jawa Barat, lingkungan pedesaan yang pemandangannya  sangat indah, berhawa sejuk

Kini ayah dan ibu saya  mengadu nasib, berwirausaha selama lebih 40 tahun menetap di Rangkasbitung Lebak-Banten. Meski hanya tamatan kelas 3 SD, ayah hobi membeli buku dan berlangganan majalah. Mulanya kebiasaan ayah membeli buku seringkali tidak saya respon baik. Bahkan pernah saya mengkritiknya agar ayah jangan sering membeli buku yang cuma menghiasi rak lemari dan jarang dibaca. Mendengar ucapan itu ayah langsung geram dan mencubit paha saya. Saat itu ayah mengatakan  bahwa buku dan majalah yang bertumpuk tumpuk itu suatu kelak akan menjadi buku bacaan saya.

“ Orang tua yang bergaul dengan Tuhan, melalui pembacaan Firman, membaca buku-buku rohani tentang keluarga, pasti mendapat hikmat dan tuntunan bagaimana mendidik anak, termasuk mendisiplinkan anak”

Maklumlah waktu itu saya masih duduk di SD, belum paham soal buku-buku yang dibaca Ayah. Seingat saya buku-buku yang berjejer di lemari itu meliputi buku tentang agama, politik, sosial dan sejarah. Misalnya, Pergolakan Pemikiran Islam  Catatan Harian Ahmad Wahib oleh Djohan Effendi dan Ismet Natsir, Khazanah Intelektual Islam karya Nurcholis Madjid, Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husain Haekal dan buku lainnya.   Keyakinan saya, ayah bukan sekadar hobi membeli, tetapi juga membacanya. Indikasinya sering saya jumpai di setiap halaman buku ada garis tebal yang sengaja ditandai, bahkan ada halaman yang kertasnya sobek kemudian disambung dengan solasiban.

Benar apa kata ayah bahwa buku-buku yang dibelinya itu akan menjadi bacaan saya.  Tanpa disadari kebiasaan ayah membeli dan membaca buku itu kemudian menular ke diri saya. Sewaktu belajar di pesantren saya kerajinan mengoleksi buku meski kadang-kadang tidak paham apa yang saya baca. Dan ketika kuliah di Perguruan Tinggi, nafsu membaca saya mulai membuncah. Buku-buku yang sempat dibeli ayah saya angkut untuk saya jelajahi isinya. Majalah-majalah yang sempat dikarungi saya bongkar kembali, waktu itu majalah langganan ayah bernama Panji Masyarakat.

Seandainya dulu ayah tidak hobi membeli dan membaca buku tentu tak akan berpengaruh apa pun kepada saya. Ayah diam-diam telah mewariskan minat dan  kecintaan saya membaca buku. Pengalaman yang saya rasakan paling tidak bisa menjadi rujukan bahwa upaya menumbuhkan minat baca  anak-anak  bisa dilakukan di ranah keluarga terutama  melalui keteladanan orang tua.  Teladan orang tua membaca buku semestinya diperlihatkan kepada anak, sehingga anak mengetahui bagaimana enak dan nikmatnya membaca buku. Apalagi saat usia anak enam tahun yang merupakan usia emas membangun pondasi dalam memunculkan minat membaca. Baru kemudian intervensi pengembangannya bisa dilakukan di sekolah, teman sepermainan, dan sebagainya.

Meski penumbuhan minat membaca tanggungjawab orang tua, bukan berarti tidak ada yang dilakukan pemerintah. Melalui Permendikbud Nomor 23/2015 tentang penumbuhan budi pekerti efektif meningkatkan budaya baca. Aturan mewajibkan siswa membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Maka, sejatinya sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan media strategis menginternalisasikan budaya baca yang secara serius harus didukung oleh para guru.

Anjuran dan kampanye gemar baca buku kerap ditanamkan kepada para siswa. Bukan sekadar selogan dan anjuran, tetapi praktik dan keteladanan guru turut juga menjadi pendukung utama dalam menumbuhkan minat baca. Seyogianya  para guru dalam praktik pembelajaran tidak mesti menggunakan metode belajar satu arah yang menempatkan anak seperti celengan dimasuki koin tanpa ada respon dan interupsi. Metode satu arah alias ceramah saja memosisikan siswa hanya bisa mengonsumsi tanpa mengeksplorasi.

Oleh karena itu perlu dibangun metode pembelajaran dua arah atau interaktif. Sampai di sini minat baca buku menjadi krusial karena menjadi sumber pengetahuan. Melalui pembelajaran interaktif mendorong anak mengajukan ragam pertanyaan yang pada waktu yang sama para guru juga harus memiliki pengetahuan cukup yang kembali lagi bersumber dari bahan bacaan.

Kembali ke peran orang tua, tak ada ruginya membiasakan membeli buku untuk konsumsi batin dan intelektual anak. Sah saja jika rumah dipasilitasi barang-barang merek ternama. Namun sungguh akan lebih manfaat dan edukatif  jika ruangan rumah disesaki dengan buku. Marcus Tullius Cicero berujar, “A room without books is like a body without soul.” Ruangan tanpa buku bagaikan tubuh tanpa jiwa.

Sebagai orang tua,  mari kita didik anak-anak kita untuk  bersahabat dengan buku. Jadikan buku sebagai sahabat sejati anak-anak kita. Khoiru jaliisin fi zamani kitabun (sebaik-baik teman duduk pada setiap waktu adalah buku), demikian bunyi pepatah Arab.

 Buku adalah jendela ilmu tanpa batas. Siapa pun bisa membuka dan membacanya. Melalui kebiasaan membaca buku dapat mengembangkan  daya kreatif dan imajinasi anak serta memicu mereka untuk menulis, mengungkapkan perasaan dan pengalaman dari apa yang mereka baca.  Pada akhirnya bila anak-anak semakin gairah  membaca buku, itu pertanda anak-anak mencintai ilmu. Terakhir ada baiknya kita renungkan nasehat Mu’adz bin Jabal pernah berkata, “Pelajarilah Ilmu, karena mempelajarinya karena Allah adalah adalah bentuk rasa takut kepada-Nya, Menuntutnya adalah ibadah, mempelajarinya adalah tasbih, mencarinya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui adalah sedeqah, menyerahkan kepada ahlinya adalah taqarrub. Ilmu adalah teman dekat dalam kesendirian dan sahabat dalam kesunyian”. Tabik! (*). Penulis adalah Pengajar di Pondok Pesantren Manahijussadat

Artikel Lainnya

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

 

Contact Information

  • Pasarkeong | Cibadak | Lebak-Banten
  • Phone: (0252) 207123
  • Email:ppm_manahijussadat@yahoo.com
  • Website: www.manahijussadat.sch.id

Hubungi Kami

Cara terbaik untuk menghubungi kami adalah dengan datang langsung ke Pesantren dan menemui pihak-pihak yang terkait. Anda bisa membaca brosur untuk mendapatkan informasi profil lembaga, pendaftaran, biaya, lokasi, nomor kontak, fasilitas, kegiatan, dan informasi-informasi penting lainnya. Jika anda berhalangan untuk datang, anda bisa menghubungi kami melalui email.